Usaha penggabungan antara dua raksasa otomotif Jepang, Nissan dan Honda, menemui hambatan yang signifikan. Berdasarkan laporan dari Reuters, Honda mengusulkan agar Nissan menjadi anak perusahaan, bukan sebagai mitra setara. Hal ini memicu ketidaksetujuan dari pihak Nissan, yang menolak dianggap lemah meskipun kondisi keuangannya sedang menurun dan adanya proyeksi kerugian besar di tahun 2024. Ancaman tarif 25 persen dari AS untuk produk Meksiko dan Kanada berpotensi memperburuk situasi Nissan, mengingat porsi besar produksi mereka berasal dari Meksiko.
Meskipun ide merger penuh gagal, kedua perusahaan tetap berkomitmen untuk berkolaborasi dalam proyek-proyek kendaraan listrik (EV). Nama "Nissonda" atau "Hondissan" tidak akan terwujud, dan mungkin ini adalah sesuatu yang positif.
Seiring dengan pergeseran menuju elektrifikasi, terjadi dinamika besar di industri otomotif. Beberapa aliansi besar yang sudah ada meliputi Stellantis dan kerja sama antara Hyundai dan Kia. Pasar semakin menyempit untuk produsen kecil yang berdiri sendiri. Dengan Nissan dan Honda sebagai pemain besar di Jepang setelah Toyota, konsolidasi tampak masuk akal.
Meskipun merger dibatalkan, diskusi dan kolaborasi mengenai EV akan terus berlangsung. Honda dan Nissan sebelumnya telah menandatangani Memorandum of Understanding yang mengatur hal ini. Ada anggapan bahwa di masa depan, mereka mungkin bersatu membentuk entitas baru, mungkin melibatkan Mitsubishi juga. Kolaborasi ini dianggap sebagai langkah menghadapi tantangan dari produsen EV baru, terutama dari Tiongkok.
Walaupun tidak jadi bergabung, Nissan dan Honda akan terus bekerja sama dalam proyek EV, mencerminkan upaya mereka untuk beradaptasi dengan perkembangan industri otomotif global. Ketidakpastian masa depan memang tetap ada, tetapi kolaborasi yang ada menunjukkan keinginan kuat dari kedua pihak untuk memanfaatkan kekuatan masing-masing.
Ringkasan: